Banyak sekali yang ingin aku komentari dari video ini. Awal mulanya video menampakkan warga Desa Sanolo Kabupaten Bima, NTB, betapa susahnya karena menderita kesusahan hanya untuk mendapatkan air bersih dan harus memberi jerigen selama bertahun-tahun. Beberapa detik kemudian, tampil seorang pemuda gen -z yang dengan polosnya mengatakan bahwa orang berjualan air di negeri tropis itu adalah hal yang paling tidak masuk akal dalam hidupnya. Tentu saja sebagai lower middle class kaum proletar seperti saya sangat terusik mendengar pernyataan itu. Saya berusaha memaklumi bahwa dia memang orang dari strata ekonomi yang lebih tinggi atau memang tak pernah melihat itu karena hidup di negeri yang airnya melimpah, tapi tetap saja bagiku dia terlihat seperti orang yang berada di kahyangan ketimbang bermukim di Bumi.

Aku hentikan video itu dan baru menyadari kalau beberapa orang tidak menyadari kalau apapun bisa dijadikan komoditas. Sebenarnya ada satu lagi yang membuat saya tidak nyaman, yaitu frasa "tidak masuk akal". Itu semua masuk akal kalau kau mau berpikir lebih dalam.
Aku lanjutkan menonton sambil bergumam di dalam hati apa saja yang bisa mereka tunjukkan dari video ini. Beberapa warga terlihat sudah berupaya untuk menggali sumur tapi tidak ada gunanya karena airnya masih berasa asin dan sama sakli tidak bisa dikonsumsi. Pada bulan Oktober (saat video itu diambil) masih musim kemarau, dan tentu curah hujan masih sangat sedikit. Aku melihat desa tersebut rumah-rumahnya agak berdekatan dan kurang tempat yang cukup untuk melakukan rain water harvesting dalam jumlah banyak. Kecuali ada suatu lahan yang bisa digunakan secara kolektif oleh warga desa untuk melakukan rainharvesting.
Di kala jeda iklan aku menengok data BMKG yang sangat terperinci mengenai curah hujan di penjuru wilayah Indonesia.
Kalian bisa melihatnya di:
https://iklim.bmkg.go.id/bmkgadmin/storage/buletin/20220511_BukuNormal_Lengkap_FormatBuku.pdf
Saya merasa agak aneh ketika mereka memutuskan untuk tidak mandi selama 4 hari, lalu berikutnya ditampilkan mereka berteduh saat hujan (like whatt?!?!?!?!!?) Okelah mungkin aku hanya berprasangka saja.
Aku tidak tahu apakah desa Sanolo sudah menerima kucuran Dana Desa dari pemerintah. Aku penasaran apakah terbesit di pikiran mereka untuk menampung air hujan di rumah masing-masing? aku yakin mereka pasti
melakukan itu, tapi untuk kebutuhan yang lebih banyak di masa depan mereka butuh terobosan lebih maju. Cukup menjadi tantangan bagiku memanfaatkan curah hujan pada bulan November- April yang tinggi untuk bertahan di musim kemarau. Ini akan menjadi lebih sulit jika kita sedang mengalami El-Nino.
Mustahil bagiku, atau setidaknya dirasa kurang cepat jika mengandalkan hanya PDAM, warga desa berhak mendapatkan air bersih semurah-murahnya sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan dasar. Aku berharap rainwater harvesting system dan permaculture bisa mengakhiri penderitaan warga desa yang berpuluh-puluh tahun kesulitan mendapat air bersih.
Mungkin kita bisa sedikit "mengolah" tanah di bagian barat dan selatan desa, entah membuat permakultur atau tandon-tandon air yang salng terhubung satu sama lain.
Sekian fafifu dariku nantikan fafifu selanjutnya
Komentar
Posting Komentar