SABDA RESI JATIKARTA (Meracau digital)

 Hinggapku yang tak lekas usang, mohon ulang lagi seolah tak tuntas terbilang, mohon? Unggah kembali kibaran kami yang seolah telah mati meronta. Usahakan kembali. Dayung lagi. Bangun satu, dua, kemudian tiga, kemudian sirna.

Terlalu banyak bertanya, pemuda ini kemudian berubah menjadi ayam rotiseri yang sedang berproses terpanggang kriuk-kering ria.

Rampas aku dari pengindaian jarak jauh Tuhan, gorok aku dalam keramaian paling senguk-redam! Kebiri ketidakmaluanku, kemudian taruh sisa-sisa (tak seberapa, tak sebenarnya) di alun-alun kota yang mana saja, sebagai simbol orang tak tahu menahu, tak tahu teradu, tak tahu dirugi.. Kemudian bakar sampai tak tersisa!!!

Rubanahmu kebanjiran, kawan. Namun kau tahu bahwa hidupmu bukan utas yang kau bisa selesaikan begitu saja, bukan? Coba kuras dulu. Coba berdiri dan rasakan kutu air yang makin ramai mencium jari-jarimu yang manis dan lobang telingamu yang bagai perosotan asyik. Coba. Sekali saja.

Masak sih mesti aku rembukkan hiraumu? Perlu negosiasi apa lagi; sogokan bagaimana? Rembukkan di pengadaan tahun depan? Beli langsung tanpa perantara? Lengkapi ekuilibria dengan rengekan berapi? Injak tanpa remisi pada rawa-rawa, terbenam tak kasih timbul lagi? Masak sih mesti?

Mending kita bersimpuh saja nggak sih queen? Tunduk sebagaimana rapuhnya ginjal, dan empuknya mata melawan sebilah pensil mekanik, serta menghadapi kekurangajaran perut dalam mencerna. Mending kita cosplay helaian debu saja nggak? Menyatu dalam abai, menggonggong kepada takdir!

Alkisah seorang bijak tengah bertapa di pinggir hutan bakau, dan datanglah seekor ikan pari. "Apa yang membawamu ke sini?" ujar petapa. Ikan pari menjawab, "Wahai petapa palsu, hentikan renunganmu! Globohangat tengah menelan korban, torpor-asi meneglak hutan, dan kau santai!""Pari." terbalik punggungnya, dan merekah kuncup kedua tangannya, ditaruh di pinggang. "Kau pikir aku dapat jelmakan kuasa? Kau rasa aku mempunyai ilmu magis apa sehingga kau berceloteh cuma-cuma kepadaku? Alih-alih semua itu, bahkan bajuku pun telah tiada!"


Hingga nanti, hingga pagi? Bagaimana jika aku datang dan memacul-tumbuk batok kepalamu saja


Komentar